Pages - Menu

Friday 9 October 2015

Melihat Lebih Dekat Kabupaten Blora



Senin, 28 September 2015 yang lalu adalah hari yang saya tunggu-tunggu karena pada hari ini saya bersama rekan-rekan Dinas Kebudayaan dan Pariwisata Provinsi Jawa Tengah dijadwalkan akan melakukan perjalanan wisata ke Kabupaten Blora. Kesempatan ini saya peroleh setelah tulisan saya mengenai Dieng Culture Festival yang lalu, berhasil menjuarai lomba blog Visit Jawa Tengah periode 4 yang diadakan Dinas Kebudayaan dan Pariwisata Provinsi Jawa Tengah.

Jam menunjukkan pukul 07.00 WIB, ketika saya tiba di Kantor Dinas Kebudayaan dan Pariwisata Provinsi Jawa Tengah di Jl. Pemuda, Semarang. Sesampainya di sana, saya disambut Mba Ratri sebagai perwakilan Dinbudpar Jateng dan dikenalkan kepada beberapa pihak yang juga ikut serta dalam perjalanan kali ini, ada dari media televisi, cetak dan rekan-rekan Dinbudpar Jateng tentunya. Perjalanan kali ini merupakan perjalanan pertama kali  saya ke Kabupaten Blora. Sekitar pukul setengah delapan pagi, dua mobil Kijang yang membawa rombongan kami mulai bertolak menuju Kabupaten Blora. Kabupaten Blora terletak di sebelah timur dari Kota Semarang. Perjalanan kami menuju Kabupaten Blora membutuhkan waktu kurang lebih 4 jam melalui jalur Pantura. Tempat yang pertama kali kami datangi adalah kantor Dinas Perhubungan Pariwisata Kebudayaan Komunikasi dan Informatika Kabupaten Blora. Di sini kami disambut hangat oleh Bapak Sugiyanto beserta jajaran dinas terkait. Setelah mendapat penjelasan dan briefing mengenai kegiatan kami selama di sana, kami mulai beranjak untuk melanjutkan perjalanan wisata kami. Kali ini tempat yang akan kami datangi adalah Waduk Tempuran.

Waduk Tempuran
  
Obyek wisata Waduk Tempuran ini terletak di Desa Tempurejo, yang berjarak  10 km dari pusat kota Blora. Waduk Tempuran yang dibangun sejak tahun 1917 ini memiliki arti penting bagi masyarakat sekitar. Selain pariwisata, waduk ini juga difungsikan untuk perikanan, irigasi pertanian warga sekitar, bahkan waduk ini sering dijadikan tempat berlatih atlet-atlet dayung lokal maupun nasional. Untuk masuk ke dalam kawasan Waduk Tempuran, kita tidak perlu mengeluarkan biaya. Latar belakang perbukitan dan hamparan sawah di sisi barat waduk menambah indahnya pemandangan Waduk Tempuran. Salah satu yang unik dari Waduk Tempuran ini, kita dapat melihat pulau kecil yang ada di tengah waduk, layaknya Danau Toba dengan Pulau Samosirnya. Disinilah terdapat Dusun Juwet, salah satu dusun di Desa Tempurejo. Sayangnya, saat kami mengunjungi Waduk Tempuran, air waduk tersebut sedang surut karena musim kemarau yang sedang melanda Kabupaten Blora. 
Waduk Tempuran, Desa Tempurejo, dibangun 1917.

Sebagai salah satu ikon wisata Kabupaten Blora, Waduk Tempuran telah dilengkapi berbagai fasilitas penunjang seperti warung makan, tempat penginapan, hingga perahu yang dapat digunakan untuk menikmati indahnya Waduk Tempuran. Di sekitar kawasan Waduk Tempuran, kita dapat menemukan objek wisata keluarga Kampoeng Bluron. Tempat ini dilengkapi dengan berbagai wahana permainan air, seperti kolam renang, ember tumpah, pancuran, hingga seluncur air. Kampoeng Bluron juga dilengkapi dengan kantin dan beberapa saung yang menghadap langsung ke area persawahan. Kampoeng Bluron buka setiap hari mulai pukul 08.00-17.00 WIB. Kita cukup membayar Rp. 10.000,00/orang untuk setiap hari Senin s.d. Sabtu dan Rp. 15.000,00 untuk hari Minggu dan hari libur untuk menikmati seluruh wahana di Kampoeng Bluron sepuasnya.
Taman Bermain Kampoeng Bluron, aneka wahana permainan air tersedia di sini

Salah satu singgahan yang menghadap langsung Waduk Tempuran
Di kawasan Waduk Tempuran sini juga tersedia penginapan yang terletak persis di depan Taman Bermain Air Kampoeng Bluron. Penginapan ini memiliki pemandangan langsung menghadap Waduk Tempuran. Tempat penginapan ini terdiri dari beberapa singgahan yang dapat disewa dengan biaya Rp. 200.000-Rp 250.000,00/ malam. Uniknya, singgahan ini dahulu merupakan bekas tempat lumbung padi yang kemudian diubah menjadi tempat penginapan yang nyaman. Di dalam singgahan tersebut, sudah tersedia tampat tidur, televisi, pendingin ruangan dan kamar mandi dalam. Dengan segala fasilitas yang ada, tidak heran jika kawasan Waduk Tempuran sangatlah cocok dijadikan objek wisata bagi keluarga.

Puas berkeliling Waduk Tempuran, saatnya kita menuju destinasi selanjutnya, yaitu Kampung Samin Klopoduwur yang berada di Desa Klopoduwur, Kecamatan Banjarejo, Kabupaten Blora. Di desa inilah bermukim Masyarakat Samin yang masih memegang teguh ajaran Samin hingga kini.

Kampung Samin Klopoduwur


Motif khas Samin: kelapa, daun jati & pendopo
Perjalanan kami berlanjut menuju daerah selatan Kabupaten Blora, tepatnya jalan raya Blora-Randublatung. Disinilah letak Desa Klopoduwur berada. Sebelum menuju desa tersebut, kami menyempatkan diri untuk mampir sejenak ke rumah Kepala Desa Klopoduwur. Di sini kita dapat melihat proses pembuatan batik dengan motif khas Samin. Kampung batik di Desa Klopoduwur ini baru saja dirintis sejak satu tahun lalu, dengan jumlah pengrajin sudah mencapai 15 orang. Batik motif khas Samin ini dijual mulai Rp.75.000-Rp.200.000,00 tergantung motif dan kerumitan pembuatannya. Rencananya di tempat ini akan dijadikan sentra pengrajin batik motif khas Samin.

 
Usai melihat-lihat proses pembuatan batik motif khas Samin, kami melanjutkan perjalanan kami. Tidak jauh dari rumah Kepala Desa Klopoduwur, mobil kami berbelok memasuki jalanan beton dengan lebar sekitar 2 meter dengan pemandangan pepohonan jati di bagian kanan dan kiri jalan. Tidak lama setelah itu, mobil kami disambut sebuah pendopo berwarna coklat nan megah. Pendopo yang dikenal sebagai Pendopo Sedulur Sikep Samin Karangpace, menandakan kita sudah sampai ke tempat Masyarakat Samin bermukim. Selain menjadi tempat beristirahat para wisatawan, pendopo ini juga digunakan warga Samin untuk berkumpul pada hari-hari tertentu.
Pendopo Sedulur Sikep Samin Karangpace siap menyambut wisatawan
Komunitas ini masih memegang ajaran Samin hingga kini. Ajaran Samin yang terkenal di Blora dan sekitarnya tidak lepas dari sosok Samin Surosentiko, putra Raden Surowijoyo, yang dikenal sebagai perintis gerakan Saminisme di daerah Blora dan sekitarnya. Masyarakat Samin Desa Klopoduwur lebih senang untuk disebut dengan sebutan Sedulur Sikep. Samin adalah nama komunitasnya dan sikep dikenal sebagai kepribadian yang dilakukan, diyakini benar dan membawa ketentraman lahir batin. Komunitas Samin Sedulur Sikep mengutamakan kejujuran, kegotongroyongan dan mempunyai keserdahanaan serta etos kerja yang tinggi. Ajaran ini tidak lepas dari peran Mbah Engkrek, salah satu penerus ajaran Sikep Samin Surosentiko. 

Sederhana namun penuh dengan nilai, itulah salah satu yang saya tangkap dari ajaran Sedulur Sikep. Hal ini juga tercermin pada rumah adat masyarakat Samin, Rumah Gelam. Kali ini kami berkesempatan untuk melihat dan masuk ke dalam salah satu rumah Gelam yang ada di desa ini. Rumah sederhana dengan kayu jati sebagai bahan utama pembuatannya. Rumah ini hanya memiliki satu buah pintu di bagian depan rumah. Ternyata rumah dengan satu pintu ini memiliki filosofi tersendiri bahwa masyarakat Samin Sedulur Sikep harus jujur dan tidak boleh "tolah-toleh" selama menjalani hidup. Rumah yang tidak memiliki ini masih beralaskan tanah. Cara masak pun masih menggunakan cara yang tradisional. Mereka masih menggunakan Pawon yang terdiri dari dua tungku, yang digunakan untuk masak, dengan ranting kayu sebagai bahan bakarnya. Persediaan air pun mereka masih ambil secara langsung dari sumber mata air yang jaraknya sekitar 7 km dari rumah, yang kemudian dimasukan ke dalam Genuk yang terbuat dari tanah liat. Beberapa hal unik lainnya bisa saya temukan di dalam rumah Gelam ini, salah satunya adanya rumah rayap yang dibiarkan tumbuh besar di salah satu pojok rumah. Rumah rayap ini menurut kepercayaan mereka dapat membawa rezeki bagi pemilik rumah. Mereka pun memperlakukan binatang ternak layaknya keluarga mereka sendiri, dengan mendirikan ruangan khusus untuk binatang ternak mereka di dalam rumah. 
Rumah Gelam, rumah khas masyarakat Samin yang penuh filosofi
Mbah Lasiyo dengan semangat menjelaskan adat masyarakat Samin
Kami pun berkesempatan untuk bertemu langsung dengan Mbah Lasiyo, yang dikenal sebagai sesepuh Masyarakat Samin Klopoduwur. Mbah Lasiyo ini merupakan cicit Mbah Engkrek, salah satu penerus ajaran Samin Surosentiko. Kami bertemu Mbah Lasiyo di situs prapatan, yang berjarak 100 meter dari pendopo. Untuk mencapai situs prapatan, kami melalui jalan setapak dengan hamparan sawah dan ladang di sebelah kanan dan kiri kami. Situs prapatan ini mempunyai cerita tersendiri karena dahulu Ir. Soekarno sering berdoa di tempat ini. Kami pun menghabiskan sore kami dengan berbincang dengan Mbah Lasiyo. Mbah Lasiyo menjelaskan kepada kami mengenai adat istiadat masyarakat Samin. Salah satu pernyataan Mbah Lasiyo yang menarik adalah masyarakat Samin tidak menolak adanya teknologi ataupun perubahan lainnya seiring bertambahnya waktu, selama mereka masih menjaga tingkah laku dan nilai tradisi leluhur.

Tidak terasa waktu sudah menjelang Magrib, rombongan kami pun berpamitan dengan Mbah Lasiyo dan masyarakat Kampung Samin lainnya. Benar-benar pengalaman yang baru dan menarik bagi saya untuk dapat mengenal lebih jauh mengenai komunitas Samin ini secara langsung. Kampung Samin memiliki potensi wisata yang luar biasa jika mampu digarap dengan baik. Oleh karena itu, Dinas Pariwisata Kabupaten Blora telah menjadikan Kampung Samin di Dusun Karangpace, Desa Klopoduwur sebagai desa wisata, sehingga potensi wisata desa ini menjadi lebih tergali. Perjalanan hari pertama kami di Kabupaten Blora tidak berhenti di sini. Setelah beristirahat sejenak, kami berencana untuk menghabiskan malam di alun-alun kota Blora.

Sebelum kami menuju Alun-Alun Kota Blora, kami menyempatkan diri untuk menyantap kuliner khas Blora, yaitu lontong tahu Mbah Tum, yang terletak di daerah Lawiyan. Satu porsi lontong dengan irisan tahu, tauge dengan siraman bumbu kacang dihargai Rp. 6.000,00 setiap porsinya. Lebih khas lagi karena lontong tahu ini menggunakan daun jati sebagai pincuknya.

Usai mengisi perut, rombongan kami langsung menuju alun-alun. Memang alun-alun kota Blora tidaklah besar, namun tempat ini terlihat bersih dan tertata dengan rapih. Disinilah tempat berkumpulnya warga Blora di malam hari. Tepat di salah satu sudut dekat alun-alun kota, terdapat tempat yang menurut saya sangat menarik, yaitu Gedung Replika Fosil Gajah Purba Blora.

Replika Fosil Gajah Purba Blora

Replika Gajah Purba Blora dibuat sesuai ukuran aslinya
Di salah satu sudut dengan alun-alun kota Blora inilah, tempat replika fosil gajah purba berada. Fosil gajah purba ini ditemukan tahun 2009 di Dusun Sunggun, Desa Medalem, Kecamatan Kradenan, Kabupaten Blora. Penemuan ini dapat dibilang spektakuler karena fosil yang ditemukan merupakan satu fosil gajah purba yang lengkap. Yang terdapat di sini hanyalah replika fosilnya saja, sedangkan fosil asli gajah purba ini disimpan di Museum Geologi Bandung. Replika fosil ini memiliki tinggi sekitar 4 meter. Untuk melihat replika fosil ini, kita tidak dipungut biaya. Gedung ini buka mulai pukul 08.00 hingga 21.00 WIB.

Kunjungan kami di alun-alun Kota Blora ini mengakhiri perjalanan hari pertama kami di Kabupaten Blora. Perjalanan yang tentunya membawa pengalaman yang baru bagi saya. Kini saatnya untuk kembali istirahat, dan mempersiapkan fisik untuk kembali mengekBlorasi Kabupaten Blora di hari berikutnya.

                            
To be continued...



No comments:

Post a Comment